Monday, February 26, 2007

APBD Donggala

--51 Miliar Dipinjamkan Untuk Kepentingan Pribadi


Palu,
Sedikitnya 51 miliar dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, tahun 2006 diduga kuat diselewengkan dengan cara dipinjamkan kepada sejumlah anggota DPRD, kontraktor, dan pejabat di kabupaten tersebut. Praktek meminjamkan dana APBD untuk kepentingan pribadi itu telah berjalan sejak tahun 2004 dengan total kerugian negara sekitar Rp 70 miliar.


Kepala Hubungan Masyarakat Kejaksaan Tinggi Sulteng Hasman, Kamis (22/2) mengatakan, terkait dengan kasus itu, Kejati Sulteng telah memeriksa 19 saksi. Satu orang diantaranya ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Yahya, Mantan Bendahara Umum Donggala.


Berdasarkan pemeriksaan sementara, Yahya mengeluarkan dana APBD sebesar Rp 51 miliar tanpa melalui mekanisme dan peraturan yang berlaku, diantaranya Keputusan Mendagri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah. Merujuk ke peraturan itu, dana APBD baru bisa dikeluarkan setelah ada surat permintaan membayar (SPM) dari satuan kerja perangkat daerah (dinas-dinas) dan bagian keuangan Pemerintah Kabupaten Donggala.


Namun, Yahya mengeluarkan dana sebesar 51 miliar itu tanpa adanya SPM. Sebagian dana APBD itu dipinjamkan kepada sejumlah anggota DPRD dan pegawai Pemkab Donggala untuk kepentingan pribadi. Sebagian lainnya diberikan kepada sejumlah kontraktor sebagai panjar proyek pembangunan.


Kuat dugaan, sebagaian dana APBD itu juga dikucurkan ke sejumlah pejabat di Kejaksaan Negeri dan Kepolisian Resor Donggala. Hasman tidak membantah dugaan itu dan mengatakan Kejati Sulteng tengah menyelidikinya.


Ditanya, apakah tersangka akan bertambah, Hasman mengatakan, kemungkinan itu cukup besar. Kemarin, Kejati Sulteng kembali memeriksa enam saksi lainnya dan rencananya Jumat ini akan diperiksa delapan saksi lagi. Hasman tidak bersedia menyebutkan dari unsur mana saja saksi yang sudah diperiksa maupun yang akan diperiksa.


Kasus dugaan korupsi dana APBD Donggala ini menuai protes keras dari sekitar 30 Lembaga Swadaya Masyarakat di Sulteng yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Menggugat (KRM). Protes itu disampaikan melalui aksi unjuk rasa di Markas Kepolisian Daerah, Kantor Kejati, dan Kantor Gubernur Sulteng, kemarin siang.


Koordinator KRM Daniel mengatakan, kasus dugaan korupsi itu harus segera diusut tuntas dan bila perlu diambil alih oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. KRM juga menolak penggunaan APBD Donggala Tahun 2007 untuk penalangan hutang.


Kasus dugaan korupsi APBD Donggala pertama sekali diusut oleh Badan Pengawas Daerah
Sulteng dengan menemukan sejumlah pengeluaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Dari hasil audit ditemukan dugaan penyelewengan dana APBD Donggala tahun 2004 sebesar 6,9 miliar, tahun 2005 sebesar 10,7 milair, dan tahun 2006 sebesar 51 miliar. Dengan demikian, total kerugian negara akibat penyelewengan dana APBD 2004-2006 itu mencapai sekitar 70 miliar.

Baca Selengkapnya..

3 Pesawat AdamAir yang Di-grounded Sudah Beroperasi

Jakarta - 3 Dari 7 pesawat AdamAir jenis Boeing 737-300 yang di-grounded kini sudah beroperasi lagi. KNKT sempat merasakan terbang dengan salah satu pesawat itu.


Pengoperasian 3 pesawat itu disampaikan Ketua KNKT Setio Rahardjo di kantornya, Gedung Dephub, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (26/2/2007).


"Jadi kemarin di-grounded 7 pesawat itu karena ada perkiraan sementara bahwa pesawat sudah rusak sebelum kecelakaan, ada struktur yang berubah," ujarnya.


Namun perkiraan tersebut tidak terbukti, karena tidak ada pesawat AdamAir yang rusak sebelum kecelakaan.


Untuk memastikan, Setio mengaku sempat naik pesawat yang baru saja dioperasikan setelah di-grounded untuk mengetahui pengoperasiannya. "Saya naik rute Jakarta-Surabaya," katanya.


Namun untuk pesawat KI 172 yang mengalami hard landing di Bandara Juanda, Surabaya, Rabu 21 Februari lalu, tidak mungkin dioperasikan lagi karena mengalami rusak berat dan tidak mungkin diperbaiki.

Baca Selengkapnya..

Putri Kamerawan SCTV Kerap Tanyakan Ayahnya

Jakarta - Pencarian terhadap kamerawan SCTV Muhammad Guntur terus dilakukan tanpa mengenal lelah. Di rumahnya, putri bungsu Guntur, Isti (6) terus menanyakan keberadaan ayahnya.


"Mpa mpa (bapak) kemana? Kok belum pulang," ujar Isti seperti ditirukan Kurnia Supriatna (36), adik ipar Guntur, kepada detikcom di Rusun Klender, Blok 44, RT 2/RW 1 No 6, Jakarta Timur, Senin (26/2/2007).


Menurut Kurnia, jika Isti menanyakan hal itu, ibunya, Siti Maemunah hanya bisa mengatakan kalau ayahnya sedang bekerja. Keluarga untuk sementara terpaksa membiarkan situasinya demikian, karena Isti masih belum mengerti tragedi ini.


"Biar nanti Isti tahu sendiri," lanjut Kurnia.


Sementara itu kedua kakak Isti, Devi (16) dan Ivan (12) sudah lebih memahami situasi ini. Ivan menurut Kurnia sering menangis setelah mendengar kabar hilangnya ayahnya.


Kurnia mengenang Guntur sebagai orang yang sangat menyayangi keluarganya. Selain religius, Guntur pun dikenal sebagai pria yang hidupnnya tidak neko-neko.


"Kerja, liputan, pulang, bertemu anak. Begitu saja setiap hari," imbuh Kurnia.


Keluarga besar Guntur di Lampung saat ini masih dalam perjalanan menuju Jakarta. Di rumah Guntur, SCTV menyediakan dua orang karyawan dan 1 mobil untuk keperluan mobilitas keluarga Guntur.

Baca Selengkapnya..

Levina Karam, Polisi Tak Mau Dikambinghitamkan

Jakarta - Kapolri Jenderal Pol Sutanto meminta polisi tidak dijadikan kambing hitam dalam kasus karamnya KM Levina I, Minggu 25 Februari. Apalagi, wartawan sebelumnya sudah di-briefing.


Kapolri menyampaikan hal itu di sela rapat dengar pendapat dengan Komisi I mengenai Terorisme dan Pembangunan Wilayah Perbatasan yang berkaitan dengan Integritas di Gedung Nusantara II, DPR, Senayan, Jakarta, Senin (26/2/2007).


"Supaya ke depan kejadian ini jangan terulang kembali. Rekan-rekan jangan mencari-cari kambing hitam ke polisi, gitu loh," kata Kapolri.


Menurut Kapolri, kondisi KM Levina I sebelum dinaiki tim Puslabfor Polair, KNKT dan wartawan memang dinyatakan aman.


Namun Kapolri meminta semua pihak, termasuk wartawan, mematuhi aturan keselamatan.

"Semua pihak termasuk wartawan agar mematuhi peraturan yang sudah ditentukan. Memang saya cek kepada mereka yang bertugas, mereka mengatakan kapal tersebut aman. Karena mungkin kondisi pada saat itu memang aman," ujarnya.


Kapolri membenarkan jika sebelumnya sudah ada briefing kepada wartawan yang akan ikut meliput kondisi KM Levina I.


Karena itu, dia berharap ke depan semua pihak berhati-hati, sehingga peristiwa tewasnya kameramen Lativi tidak terulang kembali.


Mengenai korban hilang akibat kebakaran dan tenggelamnya Levina I, hingga kini masih terus dicari dan belum akan dihentikan.


"Sampai sekarang masih dilanjutkan pencarian korban, belum ada rencana untuk menghentikan," katanya.

Baca Selengkapnya..

Mayat yang Diduga Korban Levina Karam Dibawa ke RSCM

Jakarta - Sesosok mayat yang ditemukan KRI Cobra diduga kuat merupakan salah satu dari tiga korban hilang tenggelamnya bangkai KM Levina I. Untuk memastikan identitasnya, mayat ini dibawa ke RSCM.


Mayat yang terbalut baju coklat itu telah diangkut dengan ambulans dari Terminal Penumpang Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, sekitar pukul 16.30 WIB, Senin (26/2/2007). Mayat ini sempat diduga sebagai anggota Puslabfor Kompol Widiantoro. Namun, seorang perempuan mengakui bahwa mayat itu merupakan mayat Mohammad Guntur, kamerawan SCTV.


Namun, saling klaim ini akhirnya terhenti. Seorang ibu yang sempat pingsan itu akhirnya melihat dari dekat mayat itu dan memastikan bahwa mayat itu bukan mayat Guntur. Lantas, perempuan yang merupakan bibi Guntur itu pun meninggalkan lokasi. Dengan demikian, diduga mayat ini adalah Kompol Widiantoro atau AKBP Sugeng Widodo.


Komandan Satuan Kapal Amphibi Armada Barat (Armabar) Kolonel (Laut) Didin Zaenal Abidin menyatakan, sangat dimungkinkan mayat ini merupakan salah satu dari Guntur, Widiantoro atau Sugeng Widodo. Kemungkinan ini didasarkan pada lokasi penemuan mayat yang berjarak sekitar 2 mil dari lokasi tenggelamnya KM Levina I di Muara Gembong, atau 5 mil dari Tanjung Priok.


Mayat dibawa KRI Cobra ini masih terlihat di bagian wajah, sehingga kemungkinan sangat mudah dikenali. "Kalau sudah dua hari, mayat itu sudah hanucr. Tapi kalau dilihat tadi masih utuh dan wajahnya masih bisa dilihat," kata Didin kepada wartawan di Terminal Penumpang Pelabuhan Tanjung Priok, Senin (26/2/2007).


Didin tidak mau menduga mayat itu lebih mengarah ke Guntur, Widiantoro atau Sugeng Widodo. "Untuk identitas jelasnya, kita tunggu hasil otopsi saja," ujar Didin.

Baca Selengkapnya..

Sunday, February 25, 2007

Bangkai Levina Tenggelam SAR Kerahkan 3 Penyelam

Jakarta - Upaya pencarian wartawan, aparat Puslabfor, dan anggota KNKT yang hilang saat investigasi bangkai Levina I dilakukan aparat gabungan dari SAR, AL dan Polair. SAR menerjunkan 3 penyelam untuk proses evakuasi korban.


"Kita sudah kirimkan kapal ke sana bawa 3 penyelam. Dari AL dan Polair juga sudah kirim kapal ke sana," ujar Kepala Tim SAR Jakarta Dadang Arkuni ketika dihubungi, Minggu (25/2/2007).


Pengiriman penyelam bertujuan untuk mengangkat korban yang tengelam. "Kalo tenggelam lebih dari 3 menit dapat dipastikan tenggelam. Kita cari sekarang karena kalau tenggelam baru muncul 6 jam kemudian," jelasnya.


Saat ini upaya pencarian terus dilakukan. Levina I tenggelam di Perairan Muara Gembong, 3 mil laut dari Pelabuhan Tanjung Priok ketika hendak diinvestigasi oleh KNKT, Labfor dan rombongan wartawan.

Baca Selengkapnya..

Sukma Naik Levina untuk Cari Ongkos Kelahiran Anak Ketiga

Cimahi - Sukma Irawan (36) adalah ayah yang bertanggung jawab. Tahu tak punya tabungan untuk ongkos kelahiran anak ketiganya, dia nekat pergi ke Bangka Belitung untuk mengais rezeki.Tapi apa daya, kapalnya terbakar. Istrinya yang sedang hamil 9 bulan pun tak putus dirundung tangis.


"Duh gimana suami saya, Mbak?" tanya Dewi (36), istri Sukma Irawan, Kamis (22/2/2007). Pasangan ini menetap di Keluharan Karangmekar, Cimahi Tengah, Kota Cimahi, Jawa Barat. Dewi bersama keluarga korban Levina dari desa yang sama tengah berkumpul di rumah Sri Hartati, istri korban tewas Surya.


Keluarga korban dan tetangga-tetangga meminta detikcom yang sedang bertamu ke rumah Sri Hartati untuk bercerita, membagi informasi. Bahkan banyak di antaranya menitipkan nomor teleponnya pada detikcom, minta dikontak kalau ada perkembangan.


Dewi menceritakan, suaminya belakangan ini bekerja serabutan. Dia sudah melarang suaminya bekerja ke Bangka. "Suami saya sih bawa KTP, cuma disimpan di tas kecil, tidak di dompet. Gimana jika tasnya kepisah ya," ujarnya.


Demi menceritakan, suaminya ke Bangka untuk bekerja di perusahaan mebel. Uangnya untuk ongkos kelahiran anak ketiganya. "Saya nggak punya uang sama sekali, tidak ada uang untuk persiapan kelahiran," cerita Dewi. Bahkan saking tak ada duitnya, suaminya hanya mengantongi Rp 30 rubu.


Sukma ke Bangka atas sponsor seorang bos perusahaan mebel. Dia pergi bersama sejumlah pria dari desa yang sama. Semuanya bernasib sama dengannya: hidup serba kekurangan dan hanya mengantongi Rp 30 ribu. Ongkos perjalanan sisanya ditanggung sang bos.


Dewi menyatakan, ketika dia mendengar di radio ada musibah Levina, dia tidak terlalu ambil pusing. Sebab seingat dia, suaminya pergi ke Bangka dengan pesawat terbang. Tapi dia sempat heran, kok rute suaminya Priok-Bangka? Ketika dia mendengar ribut-ribut di rumah Sri Hartati, akhirnya dia pun bertandang. Di situ terjawab bahwa suaminya adalah salah satu penumpang Levina.


Wakil Ketua RW setempat, Ahmad Hidayatudin, juga turut datang ke rumah Sri Hartati. Dia minta detikcom memberi bukti hitam di atas putih bahwa warganya menjadi korban Levina. "Masyarakat sudah kalut. Bagaimana caranya, saya mendapatkan informasi secepatnya mengenai warga saya," katanya dengan nada tinggi.

Baca Selengkapnya..

Friday, February 23, 2007

Sebelum Terbakar, Penumpang KM Levina Nonton Film Titanic

Jakarta - Mungkin ini pertanda atau sebuah kebetulan saja. Sebelum KM Levina terbakar, sebagian penumpang menonton film Titanic yang dibintangi oleh Leonardo DiCaprio dan Kate Winslet. Para penumpang pun sangat terkesan dengan film peraih Oscar itu.

Cerita soal film Titanic ini diungkapkan Abdul (18), salah seorang penumpang yang selamat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jalan Yos Sudarso, Jakarta Utara, Kamis (22/2/2007).

Warga Bangkalan, Madura, ini menuturkan film Titanic itu diputar oleh KM Levina I sekitar pukul 21.00 WIB. "100 Orang yang menonton film itu. Kita melihat film itu melalui TV," kata Abdul.

Dia menceritakan, saat nonton film itu semua penumpang terlihat menikmati. "Filmnya seru banget sih," katanya.

Namun karena tak mampu menahan rasa kantuknya, Abdul pun memutuskan untuk langsung tidur pada pukul 23.00 WIB. Dia sengaja tidak menyelesaikan menonton film tentang tragedi tenggelamnya kapal Titanic itu.

Abdul pun akhirnya tertidur pulas hingga keesokan harinya karena letih. Dia pun sempat terbangun pada pagi harinya dan kemudian tidur kembali.

Tak lama kemudian pada pukul 04.30 WIB dia dibangunkan oleh penumpang lainnya yang memberitahukan ada kebakaran. "Saat dibangunkan saya ambil tas dan loncat dari lantai III ke laut. Saat meloncat saya ingat film Titanic," kenang Abdul.

Kemudian dia berenang dan diselamatkan oleh sebuah kapal nelayan. Dari kapal nelayan itu dia kemudian dibawa oleh kapal berbendera Filipina KM Princess Vanessa menuju Pelabuhan Tanjung Priok.

Mengingat kejadian ini Abdul mengaku kapok naik kapal lagi. "Saya tidak mau naik kapal lagi," ungkapnya.

Baca Selengkapnya..

Thursday, February 15, 2007

Legenda Sang Penembak Jitu: Tidak Tamat SMP, Tapi Ditakuti Polisi

POSO - Basri alias Bagong (32), buronan nomor satu Mabes Polri sesungguhnya lelaki yang sangat sederhana. Tidak ada kesan jika dia adalah seorang teroris yang paling dicari oleh Polisi sekaligus ditakuti. Sepak terjangnya berakhir sudah setelah diburu Polisi hampir dua tahun lamanya. Kamis (1/2) sekitar pukul 09.30 WITA Polisi membekuknya di Kelurahan Kayamanya, Poso Kota, Sulawesi Tengah dalam sebuah penyisiran. Siapa sesungguhnya lelaki yang diakui sebagai penembak jitu ini?

Basri lahir 32 tahun yang lalu. Orang tuanya lupa tanggal dan bulan kelahirannya. Yang mereka tahu Basri lahir sekitar tahun 1975. Ia pernah mengenyam pendidikan formal hanya sampai kelas 3 SMPN I Poso, namun tidak sempat tamat.

"Dia memilih berhenti sekolah saat kelas 3 SMP, demi mengutamakan empat adiknya, agar bisa sekolah," kenang Satinem alias Mbak Sabruk (35), ibu kandung Basri.

Mbak Sabruk menuturkan Basri adalah anak yang hormat dan patuh kepada orang tua. Dia juga dikenal sebagai anak yang suka menolong orang lain.

"Anak saya itu nggak pernah macem-macem. Tiap hari kerjanya di kebun, membantu bapaknya ngerawat tanaman. Ia juga suka tanam sayur. Kalau tiba waktu panen, saya yang jual dipasar," tutur Mbak Sabruk yang sehari-harinya berjualan sayuran di Pasar Sentral Poso.

Kata ibunya, dari bekerja membantu orang tua di kebun, Basri selalu memperoleh setengah dari hasil kebun yang dikerjakan bersama itu. "Kalau dia panen, saya yang yang jual. Hasilnya kami bagi dua,” kisah ibunya lagi.

Makanya, ia kaget jika Basri sampai memiliki banyak senjata api dan peluru-peluru serta disebut-sebut sebagai pimpinan kelompok bersenjata di Poso. Ia juga heran tatkala anaknya ditetapkan sebagai DPO nomor satu Mabes Polri.

Nenek tujuh cucu ini juga bercerita soal masa kecil Basri. Kata dia, seperti anak-anak kecil seusianya saat itu, Basri terlihat biasa. Suka bermain dan bersendau gurau. Basri juga dikenal sebagai anak yang kalem dan pendiam. Yang lebih menonjol di antara rekannya, Basri suka menolong temannya yang susah.

Pengakuan ibu kandungnya ini, dibenarkan oleh Sriyani (30). Adik kandung Basri. "Kakak Saya itu pendiam, dan rajin membantu bapak sama mama di kebun. Saya tidak percaya mendengar bahwa kakak saya itu, berbuat jahat dan macem-macam. Keluarga tahu Basri ditetapkan sebagai DPO dari televise," ungkap Sriyani.

Keluarga tidak tahu menahu apa aktivitas basri selama ini. Sriyani mengaku tidak tahu persis, termasuk kalau Basri diduga berbuat kriminal. "Sejak menikah tahun 2000 silam, Basri tinggal bersama mertuanya di Jalan Pulau Jawa I. Yang kami tahu dia hanya bekerja di kebun, dan rajin sholat. Soal yang lain, kami tidak tahu. Tapi, kami tetap tidak percaya kalau Basri terlibat dalam kriminal," aku Mbah Sabruk

Basri memiliki dua anak dari pernikahannya dengan dengan Sunarni. Anak-anaknya, Annurul Fitra (5) dan Safiana Jedda (2) tentu saja tidak tahu menahu bagaimana kabar ayah mereka kini. Yang mereka tahu, ayahnya pergi bekerja di Palu.

Soal dari mana basri mendapatkan senjatanya, ada cerita lain yang menarik. Pimpinan Pesantren Amanah, Ustadz Adnan Arsyal menyampaikan sebuah cerita bahwa Basri sendiri yang membeli senjata api dan amunisinya.

“Ia menjual kebunnya untuk membeli senjata dan amunisi. Katanya ia ingin membalas dendam karena puluhan keluarganya tewas dibantai pada kerusuhan 2000 silam,” tutur Ustadz Adnan dalam sebuah kesempatan wawancara.

Soal keluarga Basri yang tewas saat kerusuhan, Mbak Sabruk punya cerita lain juga. Katanya hitungan Basri terlalu kecil. Jika Basri mengakui sekitar 26 keluarganya dibantai di Pesantren Walisongo, maka Mbak Sabruk menyatakannya lebih dari yang disebutkan Basri.

Nah, sekarang Basri tengah diperiksa intensif di Mabes Polri, Jakarta. Basri pun sudah mengakui sejumlah aksi-aksi kekerasan yang dilakukannya. Di antaranya, penembakan Pendeta Susianti Tinulele di Palu pada 2003, lalu mutilasi atas tiga siswi SMU Kristen GKST di Poso, November 2005 dan penembakan atas Ivon Natalie dan Sitti Nurain di Poso tahun 2005 lalu.

Keluarganya hanya bisa berpasrah diri. Mbak Sabruk meminta agar Polisi memperlakukan anaknya secara manusiawi.

"Anakku sudah dituduh macem-macem. Tapi saya minta dia diperlakukan manusiawi, karena pengadilan yang akan menentukan benar atau tidaknya kasus yang dituduhkan," pinta Satinem.

Selain itu, polisi juga diminta bersikap adil dalam penegakan hukum. "Jangan cuma umat Islam yang diuber-uber. Kenapa 16 nama yang disebut Tibo tidak di proses, pembantaian Buyung Katedo tidak ditangani. Sebagai orang kecil saya hanya percaya kita semua akan mati. Di sanalah kita akan bertanggung jawab," ujarnya.

Yang menarik, Ibu Basri dan keluarganya yang lain menolak menerima bantuan Polisi seperti yang sudah dijanjikan bagi korban operasi penegakan hokum 11 dan 22 Januari lalu.

"Biar saya ini miskin, bantuan apapun yang akan diberi pemerintah maupun polisi terhadap kami, saya tidak mau menerima," tegas Satinem, ibu kandung Basri, yang ditemui di kediamannya di Kelurahan Tegalrejo, Poso Kota, Senin (5/2/2007) petang kemarin.

"Kalau kami terima, berarti sama dengan menukar dua nyawa adik saya yang tewas ditembak polisi," sambung Sriyani, adik kandung Basri.

Mbak Sabruk mengaku sangat terpukul dengan peristiwa yang mereka alami. Bukan hanya tuduhan polisi terhadap Basri-anak pertamanya, yang membuat nenek tujuh cucu ini terpukul, tapi, kematian dua adik Basri, Udin dan Totok, pada peristiwa baku operasi penyisiran DPO Senin (22/1/2007) lalu.

" Adikku, Udin, kan kurus. Dia ditangkap hidup-hidup dan tanpa luka tembak. Tapi saat pulang dari Polda sudah jadi mayat. Badannya-pun berubah jadi gemuk karena lebam dengan hasil penganiayaan. Hidungnya remuk. Dan kepalanya lembek seperti semangka yang baru jatuh," terang Sriyani, sembari menceritakan pula kondisi mayat Totok yang tak kurang tragisnya.

Sekarang, nasi sudah menjadi bubur. Orang memang harus memanen buah dari benih yang sudah disemainya.***

Baca Selengkapnya..